Seorang
ibu baru pulang dari pasar. Namun, samapai didepan rumahnya, dia melihat
pemandangn memilukan. Rumah yang ia tinggalkan terbakar! Tiba-tiba dia
teringat. Anaknya yan baru berumur tujuh bulan berada di dalam rumah itu!
Bergegas sang ibu berlaru secepat-cepatnya belanjaan ditangannya dilemparkan.
Dia terobos kobaran api yang semakin membesar. Demi menyelamatkan bayinya. Ia
luka-luka. Berdarah-darah. Api membakar tubuhnya. Kepalanya penign. Tertimpa
genting dan reruntuhan puing. Tapi tidak peduli demi si buah hati. Sakit tak ia
rasakan. Ia terus menerobos mencari-cari. Dia dapati sang bayi. Terkapar dalam
luka bakar.
Buru-buru ia gendong.
Tertatih-tatih. Menerobos kelua api yang brkobaran. Ia membelai sang anak, dan
bergegas mencari pertolongan kerumah sakit terdekat.
Jibaku sang ibu membuatnya tak
secuil pun merasakan pedihnya sakit dan luka. Fokus pada buah hatinya. Cintanya
“Anakku.... Anakku....” itulah yang ada dalam benaknya. Seluruh potensi,
kekuatan dan daya upaya pun tertuju padanya.
Ketika sang ibu barada di rumah
sakit barulah ia merasakan sakit. Dia baru sadar ternyata tubuhnya penuh dengan
luka bakar. Kapan sang ibu merasa sakit ?? bukan! Bukan ketika menerobos
kobaaran api, bersentuhan panasnya api atau tertimpa puing rumahnya. Dia baru
merasakan sakit ketika sang anak dalam perawatan rumah sakit. Saat tanggung jawab
prawatan dialihkan kepada pihak rumah sakit ,dan dia pun sendirian.
Saat memikirkan dirinya sendiri.
Tubunya yang penuh luka. Kaki dan tangannya penuh darah. Ketika itulah,
pedihnya mulai dirasa. Kepala, tangan, punggung dan kakinya sudah tidak menentu
kondisinya. Sakit yang sedari tadi tertahan itu pun muncul tiba-tiba. Ketika ia
mulai memikirkan, dalam kesendirian.
Sahabatku, kita tidak merasa sakit
ketika kita fokus untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Namun ketika kita
mikirkan diri sendiri, bersiap-siaplah kita akan lebih banyak merasakan
daripada senang dan bahagia.
Posted by 11:33 PM and have
0
comments
, Published at
No comments:
Post a Comment